SEPUCUK ANGIN MERAH
darah
terserap sejarah
menatap ruh
yang mengawang-awang berkeramas
di telapak
senja. langit mengeropos dalam batin
meneriakkan
himne bagi rasa maaf yang gemetar
menyambut
kunjungan kasur hitam
yang lama
memeram rintik-rintik hujan dengan
rumput yang
semakin meninggi. mengetarkan mata
air yang sudi
memapah getir
sementara
malam terus menerus dikuliti oleh
kembang
mungil yang terbawa oleh badai
sementara bungabunga
tidur mengkristalkan api
di dagu perawan
yang menjahit benih di kebun hati
tatkala malam merendah, dan matahari memerah.
Magetan, 11 Mei 2014
BUNGA-BUNGA BUNUH DIRI DI BABYLONIA
lingkar cahaya
yang dibasuh sungai euphrates
berpendar derita
di atas semarak pujian himne lagu
kidungku
bersembunyi di getar nada penggoyah desah bayi
anak malam yang
telah nyenyak dalam hunian makam
seperti menyatukan
debur ombak dan burung malam
sembari meremas
jantung yang peka dan mata yang utuh
menjaga bagian-bagianya
yang telah meruntuh
berdiam diantara
bilik paru, meminum darah sendiri
pada pusara debu
yang beralih emas. penghargaan abadi
serupa pohon yang
tumbuh pada dahan, berdusta makna
menista rahasia
pinggul berwajah memikat. menjelajahi
kata di sekujur
rahana perawan berwarna pekat. tertikam belati
cinta di sepanjang
syair wangi
telah dikafani
oleh kematian dengan kerlap-kerlip patung berapi
berderai sudah
keabadian busuk berbisik pada anak pelangi
pada rintih cabang
pohon
dengan hati
mengkerut yang melahirkan kematian
dan hidup seperti
mayat-mayat
tertimbun di tujuh lembaran retak tanah liat
besanding ingatan
dalam kelopak yang tersisa,
untuk tumbal marduk yang mulia semesta raya
digantung oleh kasarnya tali nebuchadnezzar
daun-daun
merelakan matahari mengeringkan kulitnya
di kolam manis dan hati yang lapar, bunga Laurel
menggulung ke surga dalam lamunan taman sutra.
Magetan, 2 Mei 2014
MUSIM PELANGI HITAM
desiran udara dalam nafas senantiasa tercipta
dalam palung senja seluas segara. yang tak melupa
lihatlah sang waktu yang begitu kejam merajam
meninggalkan wajah yang berpaling tajam
keadaan jiwa tak dirasa hati. tetap melangkah
dan bergegas untuk pergi. pada rahasia dimensi
lekat diingat, mendaging di urat nadi
barangkali hara semakin lara
bergerimis di kabut yang tak kunjung mereda
membuang kertas usang bernyawa. yang terganti
langit karam pada desiran darah dari sungai langit
yang melimpah
hangat hijau daun dan kuning jagad bersumpah
berpagar bidadari yang sedang mandi suara
berbalut gerimis yang ketat menjaganya
inilah musim pelangi
dimana kekelaman mendawaikan selaput bumi
saat bulan berbantal bunga-bunga kasturi
bersama hujan yang menumbuhkan akar mati
di tanah yang menumbuhkan
rindu kembali
berteman warna kuas yang
lekas berganti.
Magetan, 24 Januari 2014
Tentang Penulis :
Lahir di Magetan,
17 Januari 1990. Menulis puisi dan reportase. Karya puisinya pernah
dimuat di puluhan media
massa antara lain: Indopos, Jurnal Masterpoem Indonesia, Banjarmasin Post, Lampung Post, Tanjungpinang Pos, Sumut Pos, Sriwijaya Post, Suara Merdeka, Solo
Pos, Pikiran Rakyat, Koran Haluan, Pos Bali, Metro Riau, Majalah Sagang, Majalah
Ekspresi, Joglo Semar, Buletin
Jejak , Harian Mata
Banua, Tabloid Hayati, Medan Bisnis, Kenthingan, dan lain-lain.
Juga dimuat dalam buku Antologi Merawat
Ingatan Rahim (2013), Kisah yang Berulang di Hari Minggu (2014), Solo
Menulis Puisi (2014), Timur Gumregah (2014), Negeri
Poci 5 (2014). Mahasiswi Pascasarjana Pendidikan Sains, UNS Solo
ini juga pernah menjadi model Hijab Moshaict tahun 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar