HIKAYAT TUKANG TIKAR
1.
daun-daun
siwalan, ia bidik cerita yang selalu tumbuh
dari bukit
menjelma hamparan tikar dalam redup damar
di antara
temaram sinar lampu nan lengang selepas malam
gemeriak klinangan dengan resah dan
hambar semakin risau
menemaninya.
entah, dari mana, tak ada yang peduli
setiap larut
dentang semakin resah dan lapuk
ia beraikan
cerita sepanjang malam di halaman rumah
dengan sabar
membaca gurat nasib yang melekat pada
wajah
tuanya, yang menguap dari struktur
daun yang mengambang
sepanjang
tangan menjelma jalan hidupmu
sampai
langit tertutup, bulan kabur, tubuh ini dijamah
lelah
sebagaimana daun siwalan telah habis ditatah,
kelenjar
mataku juga tak pernah reda disudahi
perih
2.
daun-daun
siwalan sepanas punggung dibakar siang
dengan desah
dan sabar ia sisipkan pada matanya yang
retak
terkatup meratapi kantuk sepanjang hari serta seduhan
nyeri tanpa
nada, pelan dan lamat setiap saat, sampai daun
kembali
jatuh dan ia pahat lagi dengan cerita mengilas
serupa debar
langkahmu berkalang di tanah orang
bulan dari
jauh hanya dipantul sinar damar dan angin
ibarat nyala
sepasang matamu yang masih muda. ia tak pernah
tahu selain
selembar daun siwalan, sebagai hamparan
mengarungi
bahtera hidup serta langkah dan tapak kakimu
sepanjang
jalan.
Sumenep,
2012
KIDUNG PETANI PADI
sumur yang
kering, seperti mambang lagu peladang
langit biru
penuh impian antara resah dan senyap bimbang
menyibak
desir hari-harimu, mengeras seperti batu malam hari
di mana lagu-lagu
persawahan dalam remang akan redup
dan kemarau
menghambur setiap saat dari hulu ke hilir
sampai serap
kali di ujung muara, dikeruk habis mesin-mesin
petani yang
menderam-deram menyiangi hidup kami
hujan yang
tak turun, seperti daun pinus yang lambung
mengering di
antara perigi dan arah musim. di antara cucuran
keringat.
barangkali ada tetas dingin jatuh menjelma benih
padi serta
gairah dari rasa lelah pada kiluan jejak kami
ladang yang
hangus, seperti pajang mimpi yang sakal
menahan
kesumat nasib. terus menadah
mata air dengan tangan
doa yang semakin langis dan haru,
gembur dan suburkan kami.
tangan yang
terkembang, seperti meminta duka langit yang
panas tumpah
dan ruah membasahi rupa ini. karena tanah
yang
mengusik hati ingin kami pintal
duka seperti lagu-lagu
menanam
padi.
Madura, 2012
HUJAN
—sabalao
seumpama kenangan, kita pun pergi
sebagai petani, memeluk bumi, dalam gelap
yang entah berupa lembah.
kukenang terang tanah; padang gulita dan segala
yang bakal subur, berbiak menjelma batang paling teguh
dalam cucur air, begitu pula kau
menadah silih berganti, menjinjing alis dan tangan
yang separuhnya jadi pohon jagung dan padi
dengan wajah paling tropis dan senyum buah
paling menggoda, menggetarkan nasib yang sengit
ke langit, sampai mata putih.
kubuka petak sawah dan kebun
di sana; cahaya mimpi masih digali
dalam cangkul, cinta dan kasih sayang tumbuh
seperti kisar pulau, akar tertanam dalam air
saling mengikat kuat perjalanan
di hamparan bening tanah; rumput-rumput
menatap kita keluar jendela bergerak jauh
ke tempat dahulu engkau dikandung; wajah ibu
dan bapak yang tak pernah membentuk tepi
selain hanya serumpun awan mendung
“ kau penebar berkah, sekaligus ketakutan” bisiknya
di jantungmu, melemparku ke sembarang arah
yang tak habis kita jatuhi dan tanami
seserakah penjarah yang pernah mendarat hingga lesap
“ mereka akan berubah asap, anakkku” di udara
suara itu mengambang murung, kembali kenangan
bergelantungan seperti terus ingin mengusir kita lagi.
Madura, 2013
A’yat
Khalili, lahir di kampung Telenteyan, desa Longos, kecamatan Gapura,
kabupaten Sumenep, 10 Juli 1990. Karya-karyanya dipublikasikan di pelbagai
media lokal dan nasional, antara lain; Majalah
Horison, Majalah Sagang, Jurnal Pohon, Sahabat Pena, Gong, Bende, Mimbar
Pendidikan Agama (MPA), Majalah Kidung, Kuntum, Media Jawa Timur, Tera, Radar
Madura-Jawa Pos, Kabar Madura, juga
terdapat dalam antologi bersama; Puisi
Menolak Lupa (unggun reliji, 2010), Pukau
Kampung Semaka (lampung, 2010), Lelaki
yang Dibeli (Grafindo-ObsesiPress, 2011), Narasi Tembuni (KSI, 2012), Nanyian
Kesetiaan (obsesipress, 2012), Indonesia
Hari Esok (obsesipress, 2012), Sorgofagus
(balistra, 2012), Sauk Seloko (PPN
VI-Dewan Kesenian Provinsi Jambi, 2012), dll.
Mengikuti
Temu Sastrawan Melayu Raya (NUMERA) ke-1 Padang, Sumatera Barat 2012; Sempena
Mahrajan Persuratan dan Kesenian Islam Nusantara ( Sabah, Malaysia, 08-13
Januari 2012); Temu Penyair Nusantara (PPN) VI Jambi 2012. Sekarang, aktif di
komunitas Rumah Sastra Bersama (RSB) dan komunitas Bengkel Puisi Annuqayah
(BPA). Beralamat; Email: khalili.telentean.longos@gmail.com/ merindukan_masadepan@yahoo.com,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar