Hujan dan Hujan Lagi
Senandung rindu itu bernama hujan
tak kenal saat,
ia membasahi
ladang dengan rinai tak bertepi
terus mengguyur
dengan derasnya
seolah-olah tak
ada tempat penampung
Tidak!
Aku hanya bisa
memberi
dengan
kelimpahan
Daun-daun
berkabut
menyerap cairku
sampai yang terdalam
karena di
situlah rumahku
Jaga Blengko, 30-01-2014
Dua Pohon
“Pohon yang besarnya sepelukan,
tumbuh dari
benih yang kecil saja.
Menara
setinggi sembilan tingkat,
dibangun
mulai dari seonggok tanah.
Perjalanan
seribu li,
dimulai dari
satu langkah.”
― Laozi
Dari benih tinggi tiga
puluh centimeter aku telah melihatmu tumbuh di dua sisi kiri dan kanan, aku
yakin burunglah yang membawamu ke sana. Setiap tiba musim bertelur angin musim
membawa mereka hinggap dan memenuhi hamparan air yang penuh dengan ikan-ikan
bersisik terang yang pasrah di santap sang pelikan.
Beratahun-tahun lamanya
siklus itu tidak berubah dan aku tetap setia duduk dan menikmati fenomena alam
ini, entahlah sampai berapa tahun lagi burung-burung pelikan dan ikan-ikan
saling menghidupi dan bermain, hampir sepanjang musim di bumi ini, semua jenis
burung hadir, ada yang hanya mendarat sebentar lalu pergi, dan apa juga yang
hanya seminggu saja lalu melanjutkan perjalanan mereka ke benua lainnya.
Ini adalah tanah, dan
danau persinggahan yang hanya ditandai oleh kedua pohon yang dengan setia
berdiri teguh acuh tak acuh, puluhan tahun pohon danau ini menjadi saksi kisah
hidup manusia yang bercinta dan menangis sambil bersandar punggung di pohon,
sudah banyak kekasih yang menikah dan memiliki keturunan dari generasi ke
generasi.
Seperti sebuah pohon
Tamariska, di mana Ibrahim menanam pohon sejarah bangsa-bangsa di gurun kering
gersang. Ya, sebuah pohon kesaksian yang tak pernah mengeluh dan menangis,
hanya diam meneduhkan setiap orang yang singgah ataupun sekedar melepas lelah.
Berbahagialah engkau
pohon yang hidup di pinggir danau, di mana setiap makhluk terbang selalu
merindukanmu untuk singgah ataupun sekedar mencium atau melihatmu, engkaupun
menjadi tempat semua orang seisi kota untuk bertemu dan hanya sekedar
berbicara, entah itu sebuah rahasia ataupun hanyalah sebah kata yang harus
didengar oleh telinga, entahlah.
Dua pohon, mengapa engkau
hanya dua tidak satu atau tiga, berbahagaialah engkau, sebab siapapun yang
memandangmu dari kejauhan ataupun dekat, sesungguhnya engkau sepasang kekasih
abadi.
Jaga Blengko, 13-3-14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar